Intimidasi Digital Jurnalis di Samarinda, Koalisi Pers Kaltim Angkat Suara

Oleh catatanrakyat.id

pada Minggu, 18 Mei 2025

Samarinda, Catatanrakyat.id Praktik doxing terhadap jurnalis di Samarinda memantik keprihatinan luas. Tiga organisasi pers utama di Kalimantan Timur—Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Samarinda, Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kalimantan Timur, dan Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Kalimantan Timur—bersatu dalam Koalisi Pers Kaltim untuk mengecam tindakan intimidatif yang makin marak di ruang digital.

Belakangan, sejumlah pemimpin redaksi, pembuat konten, dan pengelola media online menjadi sasaran serangan. Bentuknya: penyebaran data pribadi (doxing), peretasan, hingga ancaman langsung. Motifnya kuat diduga terkait pemberitaan yang mengkritisi kekuasaan.

Praktik doxing adalah bentuk intimidasi yang tak bisa ditoleransi,” ujar Yuda Almerio, Ketua AJI Kota Samarinda, dalam pernyataan tertulis yang diterima Tempo, Kamis, 15 Mei 2025. “Ini teror terhadap orang-orang yang justru menjalankan tugasnya mengawasi kekuasaan. Ruang digital memang bebas, tapi bukan berarti semua bentuk kekerasan dibenarkan.”

Menurut Yuda, doxing adalah wajah baru kekerasan terhadap jurnalis. Dalam era digital yang dipenuhi algoritma dan disinformasi, tugas jurnalis untuk menyampaikan kebenaran menjadi semakin vital—namun juga kian berisiko.

AJI Indonesia mencatat 91 kasus kekerasan terhadap jurnalis sepanjang 2024. Serangan digital seperti doxing dan peretasan meningkat drastis, terutama menjelang tahun politik. Di Samarinda sendiri, empat kasus serupa terpantau dalam kurun waktu beberapa bulan terakhir.

Ketua PWI Kalimantan Timur, Rahman, menyebut doxing sebagai tindakan pengecut yang menodai nilai demokrasi. “Kritik terhadap kekuasaan adalah hal lumrah. Pemerintah punya anggaran besar, tentu wajib diawasi,” katanya. “Kalau ada konten yang keliru, tempuhlah mekanisme melalui Dewan Pers. Bukan malah meneror jurnalis.”

Rahman juga menekankan pentingnya solidaritas lintas organisasi. “Intimidasi terhadap satu jurnalis berdampak pada iklim kerja semua insan pers. Kita harus bersatu, tanpa melihat latar belakang organisasi.”

Senada dengan itu, Ketua IJTI Kalimantan Timur, Priyo Puji Mustofan, menyoroti penyalahgunaan ruang digital sebagai medium kekerasan. “Teknologi dan AI seharusnya dipakai untuk berbagi informasi dan kritik. Tapi kini justru jadi alat penyebar aib,” katanya. “Doxing itu merusak iklim demokrasi yang sehat. Jejak digital tidak bisa dihapus begitu saja.”

Koalisi Pers Kaltim menegaskan bahwa perlindungan terhadap jurnalis merupakan amanat Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999. Mereka menuntut langkah konkret dari negara dan platform digital untuk menjamin keamanan pekerja media.

Koalisi Pers Kaltim menyampaikan empat tuntutan utama:

  1. Aparat penegak hukum mengusut tuntas pelaku doxing dan kekerasan digital terhadap jurnalis.

  2. Platform digital memperkuat perlindungan data pribadi serta menyediakan mekanisme pelaporan konten berbahaya.

  3. Pemerintah dan lembaga negara menjamin kebebasan pers sebagai bagian dari hak asasi manusia dan demokrasi.

  4. Solidaritas jurnalis dan organisasi media untuk melawan segala bentuk intimidasi, tanpa diskriminasi latar institusi.

Masyarakat harus diajak untuk menjaga ruang digital yang sehat,” ujar Yuda. “Dan menghormati kerja-kerja jurnalistik sebagai pilar utama demokrasi.”

Koalisi Pers Kalimantan Timur: AJI Kota Samarinda | PWI Kalimantan Timur | IJTI Kalimantan Timur

Bagikan: